Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda
denganperang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan
seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa
yang acak serta seringkali merupakanwarga sipil.
Istilah teroris oleh para ahlikontraterorismedikatakan merujuk kepada
para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal
atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi
terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang
dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan
oleh karena itu para pelakunya (“teroris”) layak mendapatkan pembalasan
yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan “teroris”
dan “terorisme”, para teroris umumnya menyebut diri mereka
sebagaiseparatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan,
mujahidin, dan lain-lain. Adapun makna sebenarnya
darijihad,mujahidinadalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang
penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang. Terorisme sendiri
sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara
atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti
dikemukakan olehNoam Chomskyyang menyebutAmerika Serikatke dalam
kategori itu. Persoalanstandar gandaselalu mewarnai berbagai penyebutan
yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak
menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain
liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan
terorismeyang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah
disepakati.
BRUSSEL: Strategi UE dalam upaya menanggulangi terorisme hari ini
menjadi pokok pembicaraan Dewan Menteri Dalam Negeri UE di Brussel.
Antara lain mengenai cara menghadapi radikalisasi di kalangan pemuda dan
perekrutan mereka oleh organisasi-organisasi teror. Akan dibicarakan
pula rencana untuk mengatur kedatangan imigran dan rencana pendataan
hubungan telepon dan internet. Bagi menteri dalam negeri Jerman,
Wolfgang Schäuble, ini merupakan kunjungan perkenalannya dalam Dewan
Menteri UE itu.
Hal ini tentu saja sangatlah memprihatikan, setipis itukah mental
para pemuda Indonesia sehingga dengan sangat mudah ‘otak’ teroris
menanamkan ideologinya. Banyak yang menyatakan pemuda adalah tulang
punggung pembangunan bangsa, dan keberhasilan serta kemajuan pembangunan
kedepannya akan sangat ditentukan oleh kreatifitas para pemudanya.
Tentunya kreatifitas pemuda yang dimaksudkan di atas bukanlah berarti
para pemuda harus kreatif untuk melakukan pemboman di objek-objek yang
ditentukan oleh para otak teroris. Jika dibiarkan para ‘otak teroris’
tersebut terus menerus mempengaruhi para pemuda, tentunya akan sangat
merugikan perkembangan Indonesia ke depannya.
Perkembangan kemampuan Kepolisian dalam menangani terorisme memang
cukup membanggakan. Bagaimana tidak telah banyak pelaku-pelaku yang
terkait dengan terorisme ditangkap, namun tentunya harus terus dilakukan
sehingga ruang gerak teroris semakin terbatas, dan tidak menyebar teror
lagi di Indonesia. Cara dari para otak terorisme untuk menyebarkan
ideologinya adanya menyebarkan ajarannya dengan menyamarkan dengan
ajaran agama. Dengan kata lain otak terorisme menyebarkan ideologinya
dengan cara mempengaruhi cara berfikir seseorang.
Agama adalah merupakan hal yang paling sensitif dan paling mendasar
dalam kehidupan manusia. Sehingga penanganan teroris seharusnya tidak
hanya dilakukan dengan menangkapi saja, akan tetapi juga perlu dilakukan
melalui segi sifnifikansi. Sehingga secara langsung akan dapat
membentuk pemahaman baru di masyarakat, terutama di kalangan masyarakat
yang masih menganggap tindakan terorisme adalah aksi heroisme pembelaan
atas agama.
Dalam melakukan pembentukan pemahaman baru tersebut tentunya tidak
dapat dilakukan pihak aparat keamanan di negeri ini. Namun perang atas
terorisme ini harus dilakukan oleh seluruh pihak di Indonesia, yang
masih menginginkan tegaknya NKRI dan masih mau menerima pluralisme yang
ada. Adapun penanganan ini hendaknya dilakukan oleh :
1. Pemerintah pemerintah merupakan pihak yang paling
bertanggung jawab atas pembentukan pola pikir, dan mental masyarakat,
terutama kaum muda, sehingga tidak dengan mudah dipengaruhi oleh para
‘aktor-aktor teroris’. Pemberantasan pola pikir terorisme ini sangatlah
berkaitan dengan kemampuan pemerintah dalam hal penyediaan kebutuhan
masyarakat, terutama kemiskinan, dan pendidikan.
Pertama, Pengentasan kemiskinan menjadi hal yang sangat penting untuk
diperhatikan, karena para aktor terorisme dengan dukungan dana yang
dimilikinya seringkali memanfaatkan kemiskinan masyarakat. Masyarakat
miskin akan lebih mudah dipengaruhi pola pikirnya sehingga dimanfaatkan
sebagai martir-martir yang siap mati kapan pun.
Kedua, penyediaan pendidikan yang dapat dijangkau oleh semua orang
adalah faktor penting dalam memerangi pendidikan. Pergerakan aktor
terorisme sepertinya menggunakan jalur pendidikan non-formal untuk
mempengaruhi masyarakat di sekitarnya dan menanamkan ideologi
terorisnya. Untuk itu pendidikan haruslah dapat diterima oleh semua
penduduk di Indonesia, tentunya dalam pendidikan tersebut harus
menyelipkan pendidikan untuk melawan terorisme.
Selain itu hal penting yang harus disediakan oleh pemerintah adalah
menciptakan suasana keadilan, kesetaraan, persaudaraan, dan saling
menerima. Sungguh sangat ironis ketika aktor terorisme berasal dari luar
negeri, sedangkan pelaku dan lokasi bom bunuh dirinya adalah di
Indonesia. Bukankah ini bunuh diri dan sekaligus membunuh saudara
se-negeri. Pemerintah harus mampu menyelesaikan masalah, bahwa Pancasila
harus menjadi dasar, ideologi dan, tujuan masyarakat Indonesia. Karena
selama ini dalam masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh ideologi
keagamaan masing-masing. Celakanya seringkali melupakan semangan
founding fathers Negara ini untuk menjunjung pluralisme yang dari dulu
sejak ada. Selain itu pemerintah harus menjauhkan diri dari
pola pemikiran ‘segelintir orang’ untuk menghapus pluralisme yang ada di
masyarakat dengan memaksakan kehendak untuk membuat masyarakat
Indonesia menjadi sama. Yang seharusnya di buat sama adalah pola pikir
masyarakat untuk menciptakan persatuan dan kesatuan.
Pemerintah juga harus membenahi sistem kependudukan yang ada saat ini
di Indonesia, karena banyak masalah yang timbul disana akibat
penggunaan identitas palsu, seperti masalah DPT, dan nama dan alamat
palsu yang memudahnya pelaku untuk melarikan diri.
2. Tokoh Agama selanjutnya tokoh agama haruslah
bertanggung jawab atas umat yang mereka pimpin. Karena sebagaimana yang
telah terjadi para aktor terorisme seringkali memasukkan ajarannya
melalui menyamarkan ajaran agama. Karena bagaimana pun ajaran agama
tidak mungking mengajarkan cara-cara membunuh seseorang, memusuhi
kelompok tertentu, dan berbuat bodoh membunuh diri. Oleh karena hal
tersebutlah para tokoh-tokoh agama seharusnya mampu untuk bertindak
lebih nyata dan lebih cepat daripada para tokoh-tokoh terorisme,
sehingga masyarakat tidak dipengaruhi dan menerima terorisme sebagai hal
yang benar dan heroik.
Jangan sampai tokoh-tokoh agama yang ada di masyarakat malah
mendukung tindak aksi para terorisme, atau sampai menyebarkan pemikiran
untuk memusuhi kelompok tertentu. tokoh agama yang telah lebih banyak
belajar agama seharusnya lebih mampu untuk menciptakan rasa damai di
hati masyarakat.
3. Tokoh Masyarakat di Grass Root para tokoh
masyarakat pada tingkat yang paling dekat haruslah lebih tegas dan
kreatif dalam mencegah para pelaku terorisme ini. Karena tidak jarang
pelaku menyembunyikan dirinya di sekitar masyarakat. Para tokoh
masyarakat haruslah secara periodik dan konsisten mengecek penduduk yang
ada di masyarakatnya, sehingga penduduk pendatang akan dapat dipantau
dengan demikian tentunya para teroris akan kesulitan menyembunyikan
diri. Selain itu para tokoh masyarakat yang paling dekat dengan
masyarakat juga harus mampu untuk membuat pemahaman di masyarakat bahwa
pelaku teror bukanlah para tamu yang harus diterima baik-baik. Pelaku
teror adalah musuh bersama yang harus segera ditindak secara hukum
tegas.
4. Local Strongman para lokal strongman yang ada di
masyarakat tidak boleh dipengaruhi lebih dulu oleh para teroris. Para
lokalstrongman dengan modal sosial yang mereka miliki masing-masing
harus mampu untuk mengendalikan massa yang dimilikinya untuk melawan
secara tegas para terorisme.
Peran para ulama, tokoh adat, pemilik modal, kaum cendikiawan, dan
lain sebagainya adalah sangat penting karena dengan bantuannya para
pelaku terorisme akan lebih mudah untuk ditemukan, ditangkap dan
diberikan hukuman yang stimpal.
5. Para Orang Tua dan Keluarga peran keluarga tidak
kalah pentingnya dalam melindungi negara ini dari serangan para
terorime. Para keluarga harus melindungi keluarganya masing-masing agar
tidak dipengaruhi oleh aktor terorisme.
Makalah ini hanya pandangan sederhana terhadap perkembangan terorisme
di Indonesia. Persatuan dan Kesatuan Negara lebih penting ketimbang
memenuhi hasrat orang lain dan segelintir orang untuk mewujudkan
keinginan mereka