1. Masuknya Jepang ke Wilayah Indonesia
Sebagai negara fasis-militerisme di Asia, Jepang sangat kuat, sehingga
meresahkan kaum pergerakan nasional di Indonesia. Dengan pecahnya Perang
Dunia II, Jepang terjun dalam kancah peperangan itu. Di samping itu,
terdapat dugaan bahwa suatu saat akan terjadi peperangan di Lautan
Pasifik. Hal ini didasarkan pada suatu analisis politik. Adapun sikap
pergerakan politik bangsa Indonesia dengan tegas menentang dan menolak
bahwa fasisme sedang mengancam dari arah utara. Sikap ini dinyatakan
dengan jelas oleh Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Sementara itu di Jawa muncul Ramalan Joyoboyo yang mengatakan bahwa pada
suatu saat pulau Jawa akan dijajah oleh bangsa kulit kuning, tetapi
umur penjajahannya hanya "seumur jagung". Setelah penjajahan bangsa
kulit kuning itu lenyap akhirnya Indonesia merdeka. Ramalan yang sudah
dipcrcaya oleh rakyat ini tidak disia-siakan oleh Jepang, bahkan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga kedatangan Jepang ke
Indonesia dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar saja.
Pada tanggal 8 Desember 1941 pecah perang di Lautan Pasifik yang
melibatkan Jepang. Melihat keadaan yang semakin gawat di Asia, maka
penjajah Belanda harus dapat menentukan sikap dalam menghadapi bahaya
kuning dari Jepang.
Sikap tersebut dipertegas oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jhr. Mr.
A.W.L. Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer dengan mengumumkan perang
melawan Jepang. Hindia Belanda termasuk ke dalam Front ABCD (Amerika
Serikat, Brittania/Inggris, Cina, Dutch/Belanda) dengan Jenderal Wavel
(dari Inggris) sebagai Panglima Tertinggi yang berkedudukan di Bandung.
Angkatan perang Jepang begitu kuat, sehingga Hindia Belanda yang
merupakan benteng kebanggaan Inggris di daerah Asia Tenggara akhirnya
jatuh ke tangan pasukan Jepang. Peperangan yang dilakukan oleh Jepang di
Asia Tenggara dan di Lautan Fasifik ini diberi nama Perang Asia Timur
Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu yang sangat singkat, Jepang telah
dapat menguasai daerah Asia Tenggara seperti Indochina, Muangthai, Birma
(Myanmar), Malaysia, Filipina, dan In¬donesia. Jatuhnya Singapura ke
tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, yaitu dengan
ditenggelamkannya kapal induk Inggris yang bernama Prince of Wales dan
HMS Repulse, sangat mengguncangkan pertahanan Sekutu di Asia. Begitu
pula satu persatu komandan Sekutu meninggalkan Indone¬sia, sampai
terdesaknya Belanda dan jatuhnya Indonesia ke tangan pasukan Jepang.
Namun sisa-sisa pasukan sekutu di bawah pimpinan Karel Door¬man
(Belanda) dapat mengadakan perlawanan dengan pertempuran di Laut Jawa,
walaupun pada akhirnya dapat ditundukkan oleh Jepang.
Secara kronologis serangan-serangan pasukan Jepang di Indonesia adalah
sebagai berikut: diawali dengan menduduki Tarakan (10 Januari 1942),
kemu-dian.Minahasa, Sulawesi, Balikpapan, dan Arnbon. Kemudian pada
bulan Pebruari 1942 pasukan Jepang menduduki Pontianak, Makasar,
Banjarmasin, Palembang, dan Bali.
Pendudukan terhadap Palembang lebih dulu oleh Jepang mempunyai arti yang
sangat penting dan strategis, yaitu untuk memisahkan antara Batavia
yang menjadi pusat kedudukan Belanda di Indonesia dengan Singapura
sebagai pusat kedudukan Inggris. Kemudian pasukan Jepang melakukan
serangan ke Jawa dengan mendarat di daerah Banten, Indramayu, Kragan
(antara Rembang dan Tuban). Selanjutnya menyerang pusat kekuasaan
Belan¬da di Batavia (5 Maret 1942), Bandung (8 Maret 1942) dan akhirnya
pasukan Belanda di Jawa menyerah kepada Panglima Bala Tentara Jepang
Imamura di Kalijati (Subang, 8 Maret 1942). Dengan demikian, seluruh
wilayah Indo¬nesia telah menjadi bagian dari kekuasaan penjajahan Jepang
2. Penjajah Jepang di Indonesia
Bala Tentara Nippon adalah sebutan resmi pemerintahan militer pada masa
pemerintahan Jepang. Menurut UUD No. 1 (7 Maret 1942), Pembesar Bala
Tentara Nippon memegang kekuasaan militer dan segala 'kekuasaan yang
dulu dipegang oleh Gubernur Jenderal (pada masa kekuasaan Belanda).
Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini, kekuasaan atas wilayah
Indonesia dipegang oleh dua angkatan perang yaitu angkatan darat
(Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). Masing-masing angkatan mempunyai
wilayah kekuasaan. Dalam hal ini Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah
kekuasaan yaitu:
a. Daerah Jawa dan Madura dengan pusatnya Batavia berada di bawah kekuasaan Rikugun.
b. Daerah Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu dengan pusatnya
Singapura berada di bawah kekuasaan Rikugun. Daera Sumatera dipisahkan
pada tahun 1943, tapi masih berada di bawah kekuasaan Rikugun.
c. Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku, Irian berada di bawah kekuasaan Kaigun.
3. Organisasi Bentukan Jepang
Pasukan Jepang selalu berusaha untuk dapat memikat hati rakyat
Indonesia. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bangsa Indonesia memberi
bantuan kepada pasukan Jepang. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia
maka dibentuklah orgunisasi resmi seperti Gerakan Tiga A, Putera, dan
PETA.
Gerakan Tiga A, yaitu Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon
Pemimpin Asia. Gerakan ini dipimpin oleh Syamsuddin SH. Namun dalam
perkembangan selanjutnya gerakan ini tidak dapat menarik simpati rakyat,
sehingga pada tahun 1943 Gerakan Tiga A dibubarkan dan diganti dengan
Putera.
Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Organisasi ini dibentuk pada tahun 1943 di
bawah pimpinan "Empat Serangkai", yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar
Dewantara, dan Kiyai Haji Mas Mansyur. Gerakan Putera ini pun
diharapkan dapat menarik perhatian bangsa Indonesia agar membantu
pasukan Jepang dalam setiap peperangan yang dilakukannya. Akan tetapi
gerakan Putera yang merupakan bentukan Jepang ini ternyata menjadi
bume-rang bagi Jepang. Hal ini disebabkan oleh anggota-anggota dari
Putera yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi.
Propaganda anti-Sekutu yang selalu didengung-dengungkan oleh pasukan
Jepang kepada bangsa Indonesia ternyata tidak membawa hasil seperti yang
diinginkan. Propaganda anti Sekutu itu sama halnya dengan anti
imperialisme. Padahal Jepang termasuk negara imperialisme, maka secara
tidak langsung juga anti terhadap kehadiran Jepang di bumi Indonesia. Di
pihak lain, ada segi positif selama masa pendudukan Jepang di
Indonesia, seperti berlangsungnya proses Indonesianisasi dalam banyak
hal, di antaranya bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi, nama-nama di-
indonesiakan, kedudukan seperti pegawai tinggi sudah dapat dijabat oleh
orang-orang Indonesia dan sebagainya.
Pembela Tanah Air (PETA) PETA merupakan organisasi bentukan Jepang
dengan keanggotaannya terdiri atas pemuda-pemuda Indonesia. Dalam
organisasi PETA ini para pemuda bangsa Indonesia dididik atau dilatih
kemiliteran oleh pasukan Jepang. Pemuda-pemuda inilah yang menjadi tiang
utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
Tujuan awalnya pembentukan organisasi PETA ini adalah untuk memenuhi
kepentingan peperangan Jepang di Lautan Pasifik. Dalam perkembangan
berikutnya, ternyata PETA justru sangat besar manfaatnya bagi bangsa
Indone¬sia untuk meraih kemerdekaan melalui perjuangan fisik. Misalnya,
Jenderal Sudirman dan Jenderal A.H. Nasution adalah dua orang tokoh
militer Indonesia yang pernah menjadi pemimpin pasukan PETA pada zaman
Jepang. Namun karena PETA terlalu bersifat nasional dan dianggap sangat
membahayakan kedudukan Jepang atas wilayah In¬donesia, maka pada tahun
1944 PETA dibubarkan. Berikut-nya Jepang mendirikan organisasi lainnya
yang bernama Perhimpunan Kebaktian Rakyat yang lebih terkenal dengan
nama Jawa Hokokai (1944). Kepemimpinan organisasi ini berada di bawah
Komando Militer Jepang.
Golongan-golongan
Beberapa golongan yang terorganisir rapi dan menjalin hubungan rahasia
dengan Bung Karno dan Bung Hatta. Golongan-golongan itu di antaranya:
a. Golongan Amir Syarifuddin
Amir Syarifuddin adalah seorang tokoh yang sangat anti fasisme. Hal ini
sudah diketahui oleh Jepang, sehingga pada tahun 1943 ia ditangkap dan
diputuskan untuk menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Namun, atas
perjuangan diplomasi Bung Karno terhadap para pemimpin Jepang, Amir
Syari¬fuddin tidak jadi dijatuhi hukuman mati, melainkan hukuman seumur
hidup.
b. Golongan Sutan Syahrir
Golongan ini mendapatkan dukungan dari kaum terpelajar dari berbagai
kota yang ada di Indonesia. Cabang-cabang yang telah dimiliki oleh
golongan Sutan Syahrir ini seperti di Jakarta, Garut, Cirebon, Surabaya
dan lain sebagainya.
c. Golongan Sukarni
Golongan ini mempunyai peranan yang sangat besar menjelang proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Pengikut golongan ini seperti Adam Malik, Pandu
Kerta Wiguna, Khairul Saleh, Maruto Nitimiharjo.
d. Golongan Kaigun
Golongan ini dipimpin oleh Ahmad Subardjo dengan
anggota-anggotanya terdiri atas A.A. Maramis, SH., Dr. Samsi, Dr.
Buntaran Gatot, SH., dan lain-lain. Golongan ini juga mendirikan asrama
yang bernama Asrama Indonesia Merdeka dengan ketuanya Wikana. Para
pengajarnya antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir dan
lain-lain.
4. Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
Buruknya kehidupan rakyat mendorong timbulnya perlawanan-perlawanan rakyat di beberapa tempat seperti:
1. Pada awal pendudukan Jepang di Aceh tahun 1942 terjadi pemberontakan
di Cot Plieng, Lhok Seumawe di bawah pimpinan Tengku Abdul Jalil.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan, dan dua tahun kemudian, yaitu pada
tahun 1944 muncul lagi pemberontakan di Meureu di bawah pim¬pinan Teuku
Hamid yang juga dapat dipadamkan oleh pasukan Jepang.
2. Karang Ampel, Sindang (Kabupaten Indramayu) tahun 1943 terjadi
perlawanan rakyat di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin
oleh Haji Madriyan dan kawan-kawannya, namun perlawanan ini berhasil
ditindas oleh Jepang dengan sangat kejamnya.
3. Sukamanah (Kabupaten Tasikmalaya), tahun 1943 terjadi perlawanan
rakyat di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji
Zaenal Mustafa. Dalam perlawanan ini Zaenal Mustafa berhasil mem-bunuh
kaki-tangan Jepang. Dengan kenyataan seperti ini, Jepang melaku-kan
pembalasan yang luar biasa dan melakukan pembunuhan massal terhadap
rakyat.
4. Blitar, pada tanggal 14 Pebruari 1945 terjadi pemberontakan PETA di
bawah pimpinan Supriyadi (putra Bupati Blitar). Dalam memimpin
pemberontakan ini Supriyadi tidak sendirian dan dibantu oleh
teman-temannya seperti dr. Ismail, Mudari, dan Suwondo. Pada
pemberontakan itu, orang-orang Jepang yang ada di Blitar dibinasakan.
Pemberontakan heroik ini benar-benar mengejutkan Jepang, terlebih lagi
pada saat itu Jepang terus menerus mengalami kekalahan di dalam Perang
Asia Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian Jepang mengepung kedudukan
Supri¬yadi, namun pasukan Supriyadi tetap mengadakan aksinya. Jepang
tidak kehilangan akal, ia melakukan suatu tipu muslihat dengan
menyerukan agar para pemberontak menyerah saja dan akan dijamin
keselamatannya serta akan dipenuhi segala tuntutannya. Tipuan Jepang
tersebut temyata berhasil dan akibatnya banyak anggota PETA yang
menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak luput dari hukuman Jepang dan
beberapa orang dijatuhi hukuman mati seperti Ismail dan kawan-kawannya.
Di samping, itu ada pula yang meninggal karena siksaan Jepang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendudukan Jepang di bumi Indo¬nesia
tidak dapat diterima. Jepang juga sempat mengadakan pembunuhan secara
besar-besaran terhadap masyarakat dari lapisan terpelajar di daerah
Kalimantan Barat. Pada daerah ini tidak kurang dari 20.000 orang yang
menjadi korban keganasan pasukan Jepang. Hanya sebagian kecil saja yang
dapat menyelamatkan diri dan lari ke Pulau Jawa. Setelah
kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Jepang pada setiap peperangannya
dalam Perang Pasifik, akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah kepada pasukan Sekutu.
5. Dampak Pendudukan Jepang bagi Bangsa Indonesia
Bidang Politik. Sejak masuknya kekuasaan Jepang di Indonesia,
organisasi-organisasi politik tidak dapat berkembang lagi. Bahkan
pemerintah pen¬dudukan Jepang menghapuskan segala bentuk kegiatan
organisasi-organisasi, baik yang bersifat politik maupun yang bersifat
sosial, ekonomi, dan agama. Organisasi-organisasi itu dihapuskan dan
diganti dengan organisasi buatan )epang, sehingga kehidupan politik pada
masa itu diatur oleh pemerintah Jepang, walaupun masih terdapat
beberapa organisasi politik yang terus berjuang menentang pendudukan
Jepang di Indonesia.
Bidang ekonomi. Pendudukan bangsa Jepang atas wilayah Indonesia sebagai
negara imperialis, tidak jauh berbeda dengan negara-negara imperialisme
lainnya. Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah
ekonomi, yaitu mencari daerah-daerah sebagai penghasil bahan mentah dan
bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari tempat
pemasaran untuk hasil-hasil industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian
bangsa Indonesia pada zaman Jepang sepenuhnya dipegang oleh pemerintah
Jepang.
Bidang pendidikan Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, kehidupan
pendidikan berkembang pesat dibandingkan dengan pendudukan Hindia
Belanda. Pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan kepada
bangsa Indonesia untuk mengikuti pendidikan pada sekolah-sekolah yang
dibangun oleh pemerintah. Di samping itu, bahasa Indonesia digunakan
sebagai bahasa perantara pada sekolah-sekolah serta penggunaan nama-nama
yang diindonesiakan. Padahal tujuan Jepang mengembangkan pendidikan
yang luas pada bangsa Indonesia adalah untuk menarik simpati dan
mendapatkan bantuan dari rakyat Indonesia dalam menghadapi
lawan-lawannya pada Perang Pasifik.
Bidang kebudayaan Jepang sebagai negara fasis selalu berusaha untuk
menanamkan kebudayaannya. Salah satu cara Jepang adalah kebiasaan
menghormat ke arah matahari terbit. Cara menghormat seperti itu
merupakan salah satu tradisi Jepang untuk menghormati kaisarnya yang
dianggap keturunan Dewa Matahari. Pengaruh Jepang di bidang kebudayaan
lebih banyak dalam lagu-lagu, film, drama yang seringkali dipakai untuk
propa¬ganda. Banyak lagu Indonesia diangkat dari lagu Jepang yang
populer pada jaman Jepang. Iwa Kusuma Sumantri dari buku "Sang Pejuang
dalam Gejolak Sejarah" menulis "kebiasaan-kebiasaan dan
kepercayaan-kepercayaan yang sangat merintangi kemajuan kita, mulai
berkurang. Bangsa kita yang telah bertahun-tahun digembleng oleh
penjajah Belanda untuk selalu 'nun inggih' kini telah berbalik menjadi
pribadi yang berkeyakinan tinggi, sadar akan harga diri dan kekuatannya.
Juga cara-cara menangkap ikan, bertani, dan lain-lain telah mengalami
pembaharuan-pembaharuan berkat didikan yang diberikan Jepang kepada
bangsa Indonesia, walaupun bangsa Indonesia pada waktu itu tidak secara
sadar menginsafinya. Untuk anak-anak sekolah diberikan latihan-latihan
olahraga yang dinamai Taiso, sangat baik untuk kesehatan mereka itu.
Saya kira untuk kebiasaan sehari-hari yang tertentu (misalnya senin)
bagi anak-anak sekolah maupun untuk para pegawai atau buruh untuk
menghormati bendera kita (merah putih) serta pula menyanyi-kan lagu
kebangsaan atau lagu-lagu nasional merupakan kebiasaaan yang diwariskan
Jepang kepada bangsa Indonesia.
Bidang sosial Selama masa pendudukan Jepang kehidupan sosial masyarakat
sangat memprihatinkan. Penderitaan rakyat semakin bertambah, karena
sega-la kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang
Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya. Terlebih lagi rakyat dijadikan
romusha (kerja paksa). Sehingga banyak jatuh korban akibat kelaparan dan
penyakit.
Bidang birokrasi. Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia dipegang oleh
kalangan militer, yaitu dari angkatan darat (rikugun) dan angkatan laut
(kaigun). Sistem pemerintahan atas wilayah diatur berdasarkan aturan
militer. Dengan hilangnya orang Belanda di pemerintahan, maka orang
Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting
yang sebelumnya hanya bisa dipegang oleh orang Belanda. Termasuk
jabatan gubernur dan walikota di beberapa tempat, tapi pelaksanaannya
masih di bawah pengawasan Militer Jepang. Pengalaman penerapan birokrasi
di Jawa dan Sumatera lebih banyak daripada di tempat-tempat lain.
Namun, penerapan birokrasi di daerah penguasaan Angkatan Laut Jepang
agak buruk.
Bidang militer Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia memiliki arti
penting, khususnya dalam bidang militer. Para pemuda bangsa Indonesia
diberikan pendidi-kan militer melalui organisasi PETA. Pemuda-pemuda
yang tergabung dalam PETA inilah yang nantinya menjadi inti kekuatan dan
penggerak perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Penggunaan Bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat Prof. Dr. A. Teeuw
(ahli bahasa Indonesia berkebangsaan Belanda) menya-takan bahwa tahun
1942 merupakan tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada waktu itu,
bahasa Belanda dilarang penggunaannya dan digantikan dengan penggunaan
bahasa Indonesia. Bahkan sejak awal tahun 1943 seluruh tulisan yang
berbahasa Belanda dihapuskan dan harus diganti dengan tulisan berbahasa
Indonesia.
Bahasa Indonesia bukan hanya sebagai bahasa pergaulan sehari-hari,
tetapi telah diangkat menjadi bahasa resmi pada instansi-instansi
pemerintah-an atau pada lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat sekolah
dasar hingga sekolah tinggi. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai
bahasa penulisan yang tertuang pada hasil-hasil karya sastra bangsa
Indonesia. Sastrawan-sastrawan terkenal pada masa itu seperti Armijn
Pane dengan karyanya yang terkenal berjudul Kami Perempuan (1943),
Djiiiak-djinak Merpati, Hantu Perempuan (1944), Saran^ Tidak Berharga
(1945) dan sebagainya. pengarang-pengarang lainnya seperti Abu llanifah
yang memakai nama samaran El Hakim dengan karya dramanya berjudul Taufan
di atas Asia, Dewi Reni, dan Insan Kamil. Pada masa pendudukan Jepang,
banyak karya seniman Indonesia yang hanya diterbitkan melalui surat
kabar atau majalah dan setelah perang selesai baru diterbitkan sebagai
buku.
Sementara itu juga terdapat penyair terkenal pada zaman pendudukan
Jepang seperti Chairil Anwar yang kemudian mendapat gelar tokoh Angkatan
45. Karya-karya Chairil Anwar menjadi lebih terkenal karena karyanya
itu muncul pada awal revolusi Indonesia, di antaranya yang ber¬judul
Aku, Karawang-Bekasi dan sebagainya.
Dengan demikian, pemerintah pen¬dudukan Jepang telah memberikan
kebebasan kepada bangsa Indonesia untuk meng-gunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar, bahasa komunikasi, bahasa penulisan dan
sebagainya.